Tuesday, August 28, 2018

Sejarah peta atau map dunia

Di warsa 2001 Museum Internasional Jakarta menyelenggarakan peragaan plus tajuk “Denah Indonesia dari Peluang ke Masa”. Bagi hamba ekshibisi atlas primitif itu suah membelakangi ingatan meresap. Benar tiga penjelasan bermutu lektur klasifikasi pertunjukan nan niscaya diberikan memo tukas. Prima, menyentuh pembabakan cerita pabrikasi denah. Intern wacana itu, sejarahnya dimulai dari Kurun Purba disambung seraya Abad Rata-rata, Kurun Renaissance, beserta diakhiri plus Era Modis. Sebelum membandingbandingkan. Pakai mata air beda ternyata terpendam pembabakan sangkala nan bertentangan. Kedua, mengantuk tarikh start pembentukan atlas Waktu Usang disebutkan dimulai tarikh 600 BC–350 AD. Ternyata jua terdapat sumur asing nan menyebut jauh kian dahulu semula dari warsa 600 BC. Ketiga, pemandangan merampak pusparagam denah nan disebutnya selaku replika “TO” penjelmaan Isidorus Hispalensis tarikh 1472 (kejadian.23) mesti diperluas. Bersendikan sumur asing ternyata selain potongan atlas berupa “T-O” serta tersedia kaum ala asing nan sebangsa. Model-pola itu malahan uang individualitas denah lama. Ketiga kejadian itu menuruti ikut novelis tertib dibahas bertambah tua. Selain buat merangsang dilakukannya pengurangan tukas silsilah atlas kedaluwarsa, saja bagi jurusan juntrungan gana pengertian mahajana perkara model-model denah usang. Ketimbang buatan penjajagan terhadap semua manusia, ternyata tinggal melembak nan belum menyelami terhadap asal usul atlas termaktub adanya atlas model “T-O” terkandung.


Kali oknum berbicaca berkenaan denah (kuno), karakter mau terkenang ala dwi logat, ialah “cartography” lalu “map”. Cartography berpangkal dari tata susila Yunani “chartis”, kaidah Latin “charta” pakai “graphein”. Celoteh chartis artinya seia sekata pakai map nan berharga atlas, sedangkan celoteh graphein artinya setanding serta catat. Cartography diartikan selaku lingkungan perkara pencitraan butala (graphein) ataupun pembentukan atlas (mapmaking), ala satu latar papak.

Selain kedua terma itu, kita kerap mengikuti peri “atlas” demi “… a collection of maps or charts”. Bermacam Rupa denah posisi dikumpulkan alias diikat selaku tunggal batin motif bacaan nan umumnya ditambah atas gambar serta analisis ilustratif (A book or bound collection of maps, sometimes with supplementary illustrations and graphic analyses). Intern hal ini tinggal lebat kapita nan berpendapat bahwa “atlas” setanding bersama “atlas”. Tinggal terselip satu terma pula nan dulu atas Indonesia benar terkenal namun kini telah enggak dipakai lagi. Selagi bersila ala rehal SR tarikh 1950-an, tempo aba alias mama mentor membentuk disiplin rat berkelanjutan dibantu lewat jasad nan disebut “kar”. Omong “kar” artinya klop sambil “peta”, diambil dari tutur kata Belanda “kaart”.

Peta pula berangkaian karena kata-nama parak sepantun topografi serta toponimi. Topografi adalah roman paras rat pada satu mintakat alias landasan. Pula berfaedah analisis ataupun pemecahan nan rinci perkara keadaan depan butala pada satu padang. Toponimi adalah unit dari onomastika, yakni bidang nan menyeliduki berhubungan asal-usul, roman, lalu arti sebutan badan, terpenting julukan wong lagi ajang. Mang Baris (Prof. Dr.Ayatrohaépada) menganjurkan supaya kata toponimi diganti karena istilah ”widyaloka”. Sementara itu menurut Prof. Jacub Rais label faktor ilmu permukaan bumi maupun disingkat “nama geografik” (geographical names) disebut “toponim”. Selaku literal toponim berharga “nama bekas” (place names). Nama Baik ajang tiada kudu diartikan nama pemukiman (nama ajang tinggal), tapi nama anasir ilmu permukaan bumi nan tersedia di suatu tempat (daerah), bagai batang air, pongsu, bukit, tanah, semenanjung, dsb. Unsur-unsur itu dikaji lagi diurai sebagai rinci akan keadaannya ke berarti peta nan dikenal dengan istilah “topografi”.

No comments:

Post a Comment